Bawaslu Perlu Lakukan Riset Penanganan Pelanggaran Pidana Pemilu

BAWASLU NTB,SENGGIGI – Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menekankan pentingnya melakukan riset terkait UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dia melihat perlu adanya kajian terkait pasal-pasal yang dianggap perlu pembaruan misalnya dalam aturan berkampanye dan waktu penanganan pelanggaran pidana pemilu.
Dalam aturan tersebut, Dewi melihat masih banyak batasan dan larangan yang masih perlu diperhitungkan salah satunya saat Bawaslu melakukan pengawasan dalam kampanye. “Ini terlalu banyak batasan dan larangannya,” serunya saat menjadi narasumber pada kegiatan Rapat Koordinasi Evaluasi Sentra Gakkumdu pada Pemilihan Umum Tahun 2019, Selasa, (8/10/2019), di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
“Habis energi kita dalam melakukan pengawasan. Kita harus kaji ini sehingga ke depan kerja pengawasan akan semakin mudah dan penanganan pelanggaran akan fokus hal penting berkaitan suara rakyat yang mengandung kejujuran dalam proses pemilu,” tambah Dewi.
Selain itu, dia juga menyoroti soal waktu penanganan pelanggaran pidana pemilu. Dirinya mengkritisi waktu penanganan yang diberikan kepada Bawaslu begitu singkat. Mengutip pendapat pakar pidana dari Universitas Indonesia Topo Santoso, Dewi mengatakan, tidak boleh ada batasan dalam melakukan penanganan pelanggaran tindak pidana. Alasannya, proses pembuktian memerlukan waktu yang tidak singkat.
“Untuk menyatakan bersalah atau tidak kan harus dibuktikan secara benar-benar dan butuh waktu yang tidak sedikit,”ucap wanita kelahiran Palu ini.
Di sisi lain, Dewi menjelaskan bahwa pemilu adalah perhelatan yang berbatas waktu. Sehingga perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut tentang tata cara waktu penanganan pelanggaran pidana pada pemilu. “Jika tidak batasi tentu akan ada ketidakpastian,”tuturnya.
Dewi menyebutkan, adanya pengkajian yang mendalam terhadap penanganan pelanggaran pidana pemilu. Hal ini, baginya sebagai persiapan apabila Bawaslu menjadi laboratorium pemilu dalam tingkat nasional maupun dunia di masa mendatang.
“Kalau kita mempelajari bagaimana pelaksanaan pemilu di dunia, tidak ada yang namanya lembaga seperti Bawaslu. Hanya ada di Indonesia yang kita cintai,” ungkap Dewi.
